Minggu, 27 Desember 2009

Egg0 (episode 1)

Andrea menatap layar di depannya. Matanya sibuk menyusuri judul-judul lagu MP3 kesukaannya. Headset di telinga belum bermain, tiba-tiba terdengar suara yang familiar. "Yaaa..!! Andrea!", Andrea mengenali suara itu sebagai suara ibunya. 'Aah, Ibu.. Ganggu aja..' Segera Andrea menekan tombol Open dan keluar dari sebuah benda hitam yang berbentuk bulat seperti telur. "Iyaa...", ujarnya sambil membuka pintu kamarnya. "Kamu jangan di kamar aja, dong.. Uda waktunya makan siang kan.. Nanti klo lewat, bisa sakit maag lho.", ujar ibunya sambil berjalan melewati Andrea. "Iya, iya..", Andrea berjalan mengikuti ibunya ke ruang makan.

"Lho, Ibu ga makan?", Andrea bertanya karena ibunya pergi meninggalkan ruang makan. "Hm? Oh, Ibu uda makan. Sekarang mo chatting dulu sama temen2 arisan." Andrea menarik kursi dan mengambil nasi yang tersedia. Sejak ada internet di rumah, hampir setiap hari ibunya chatting dengan teman-temannya. Karena keberanian ibunya untuk berkenalan dengan banyak orang dan mempraktekkan bahasa Inggris, kini ibunya memiliki teman di hampir seluruh dunia. Apalagi Mama Andrea, begitu sapaannya, suka berwisata dan mengoleksi barang-barang tradisional sehingga banyak orang asing yang tertarik mendengarkan ceritanya tentang wisata apa saja yang ada di Indonesia.

Berbeda dengan Andrea. Ia lebih suka diam di rumah dan mendengarkan lagu sambil mengerjakan PR-nya. Ibunya jarang mendengar dia bercerita tentang teman-temannya. Meski begitu, Mama Andrea tidak pernah khawatir tentang putrinya. Karena ia tahu, Andrea punya sifat setia kawan yang membuat sahabat-sahabatnya sangat menyayanginya. Sama seperti ayah Andrea.

"Eerk.." Andrea bersendawa. "Iih, apaan tuh?", terdengar suara ibunya dari ruang sebelah. Ruang makan dengan ruang santai memang hanya dipisahkan oleh lemari berisi barang-barang pecah belah, jadi mereka bisa saling mendengar. "Sori.", Andrea menutup mulutnya dengan tangan, takut bersendawa lagi. Iapun segera membawa piringnya ke dapur dan mencucinya. Sekembalinya dari dapur, ia bergegas ke kamarnya. "Kamu itu jangan di kamar aja, dong. Sekali-kali keluar, main sama temen.. Sekalian tepe-tepe di Mall", tiba-tiba ibunya bersuara. "Males, ah." Dalam hati, Andrea heran kenapa tiba-tiba ibunya bicara seperti itu.

"Duuh, anak Mama yang satu ini.." Tiba-tiba saja Mama Andrea sudah memeluknya dari belakang. "Ah, Mama! Bikin kaget aja." Mama Andrea hanya tersenyum melihat putrinya kaget. "Klo kamu begini terus sampe dewasa, nanti kamu bisa ga laku-laku lho.", ujar Mama Andrea sambil menggoyangkan badannya ke kiri dan kanan seperti orang yang berada di kapal. Otomatis, badan Andrea yang sedang dipeluknya ikut bergoyang. "Biarin.", entah kenapa Andrea tersipu. "Emangnya klo sering keluar rumah, jadi jaminan kita bisa dapet cowo?", tanya Andrea untuk berkilah. "Yah, engga sih. Apalagi sekarang uda jaman internet, kita bisa ketemu banyak orang tanpa mengeluarkan biaya sepeserpun." "Tapii.. Ada tapinya, lho.", ujar Mama Andrea sambil tetap menggoyangkan tubuhnya. "Tapi kan ga semua orang jujur klo di internet. Bisa aja orang itu keliatan rapi, sopan, cakep. Tapi ternyata aslinya buaya, berantakan, dan ga sopan."

"Sama aja, kan. Klo ketemu orang beneran juga, kita ga tahu dia itu aslinya seperti apa.", sanggah Andrea. Entah kenapa ia ingin percakapan ini segera berakhir. "Yah, iya, sih. Tapi bukan itu masalahnya." Mama Andrea melepas pelukannya. Andrea berbalik dan menatap ibunya. "Ibu cuma khawatir. Nanti klo ada apa-apa, kamu gimana? Kan lebih baik klo kamu uda punya cowo masa depan. Lagipula, Mama da pengen nimang cucu." Andrea kaget dan malu, "Hah? Yang bener aja! Aku kan masih 14 tahu, Ma!" Tiba-tiba Mama Andrea tertawa. Ia mersa lucu melihat reaksi anaknya. "Hahaha.. Mama cuma bercanda, kok." Andrea merasa keki melihat tingkah Mamanya yang senang menggodanya. Ini bukan pertama kalinya Mamanya seperti itu. Padahal Andrea selalu mendengarkan Mamanya dengan serius, seperti yang dipesankan oleh ayahnya.

Melihat wajah Andrea yang kaku, Mama Andreapun berhenti tertawa. "Ya udah. Klo kamu ga mau membahas ini sekarang. Yang penting kamu harus ingat, nanti klo da punya cowo, harus yang baik. Bukan sekedar perhatian dan sayang sama kamu, tapi juga harus lurus, tahu mana yang benar dan yang salah. Bertanggung jawab sama kehidupan kamu. Ngerti kan?" Andrea menatap mamanya dengan lembut. Sekalipun senang bercanda dan menggodanya, Mamanya tetap selalu menyempatkan untuk bicara serius dengannya. "Iya, Ma." Andrea tersenyum lembut. 'Manis sekali <3',>

Di kamar, telur hitam besar itu masih ada dan menunggu untuk diaktifkan kembali. Suara mesinnya masih ada, tapi pelan. Andrea meraba-raba mencari tombol pintunya. 'Ng.. Ah, ini dia." Setelah tombol ditekan, sebuah pintu muncul dan bergerak ke samping. Tampak dari luar, sebuah kursi empuk berwarna hitam, sebuah layar putih dikelilingi berbagai tombol yang menyala dengan bermacam warna. Andreapun masuk ke dalam benda itu dengan hati-hati. Ia mengambil headset yang tergeletak di kursi dan menaruhnya ke kupingya. "Refresh.", ujarnya. Layar berkedip dan menampilkan kembali daftar judul lagu yang disukainya. Iapun tenggelam dalam alunan musik yang tenang.

Tiba-tiba, pandangannya bergoyang kencang dan tubuhnya seperti diaduk-aduk dalam blender. "Kyaa!!", Andrea yang ketakutan hanya bisa berteriak kencang. Ia panik dan segera mencari tombol Open. 'Keluar! Aku harus keluar!' Tangannya meraba-raba semua tombol yang ada di depannya. Sulit untuk berkonsentrasi melihat sekitarnya dengan tubuh yang bergoncang hebat. Tiba-tiba, ia mengenali tombol yang dipegang tangan kanannya. Ia berusaha memperhatikan dengan seksama, samar-samar terlihat tulisan "Open". Andreapun menekan tombol itu. Tidak ada reaksi. Iapun semakin gelisah dan menekan tombol itu berkali-kali. Tetap saja, pintunya tak bergeming. Goncangan semakin kencang dan Andrea makin cemas. Kini pikirannya tertuju pada ibunya. 'Apa Mama baik-baik saja? Gimana ini? Aku ga bisa keluar.. Aku mau liat Mama.. ' Andrea ingin berteriak tetapi suaranya seperti tercekat. Nafasnya mulai tersengal karena tekanen emosi yang begitu tinggi. "MAMA!!" Ruangan tiba-tiba menjadi gelap. Kesadaran Andreapun hilang.

"Tataratata.. Tamtam tam tadaaratam tam.." Suara lembut bernyanyi tanpa lirik. Di cermin, tampak wajah seorang gadis manis. Seperti kaum Hawa lainnya, ia berdandan dan meneliti wajahnya. Kelihatannya ia puas dengan riasannya. "Oke. Waktunya berangkat." Iapun segera berdiri dan mengambil tas putih berhiaskan gambar kupu-kupu dan bunga yang manis. 'Masih jam segini. Belum terlambat.' Dengan tenang, ia melangkahkan kakinya menuju pintu kamar.

Langit biru cerah dan kafe Melody masih dipenuhi dengan berbagai macam aktivitas. Kebanyakan pengunjungnya merupakan anak-anak yang bersekolah di sekitar kafe itu. Ada empat sekolah yang jaraknya berdekatan dengan kafe ini. Karena itu, kafe Melody tidak pernah sepi pengunjung. Di salah satu mejanya, terlihat empat orang gadis manis duduk dan bercengkrama. "Dooh.. Andrea lama banget, sih..", ujar gadis yang berkacamata. Ia mengenakan rok mini berwarna pink dengan tank top berwarna senada dan rompi putih kecil. Sebuah bros kupu-kupu berwarna biru tersemat di kerah rompinya.

"Sabar, Lin." Aileen (baca: Eilin) melihat ke sebelah kanannya. Nadya hanya tersenyum kecil. "Mungkin Andrea terjebak macet.", ujar Nadya. Wajah lembutnya seolah menyihir Aileen untuk diam dan tenang. Biasanya dia paling tidak suka menunggu orang, tapi karena Nadya adalah teman yang berarti baginya, iapun menurunkan emosinya. "Terjebak macet ato egg-nya ngadat lagi?", terdengar suara mengejek dari sebelah kiri Aileen. Nadya cuma bisa pasrah mendengar ejekan Eri. Memang benar apa yang dikatakan Eri. Ini bukan pertama kalinya Andrea terlambat datang. Dulu, ia memang sering terjebak macet. Tapi, akhir-akhir ini Andrea kesulitan datang tepat waktu karena egg-nya tiba-tiba berhenti di tengah jalan.

"Padahal, lebih baik klo dia mau beli egg yang baru kan? Dengan begitu, dia ga akan sering terlambat kayak gini.", Eri masih berkomentar sambil memainkan jari di handphone-nya. Ia sibuk chatting dengan beberapa pria yang baru dikenalnya kemarin. Dandanannya tomboy: celana jins yang robek di bagian lutut dan kaos putih bergambar Tazmanian Devil, sepatu kets yang lusuh, serta rambut yang dikuncir kuda. Tapi semuanya itu tidak dapat menyembunyikan kecantikannya. Dengan wajah seperti orang India dan kulit sawo matang, serta tubuh yang semampai, Eri dapat dengan mudah menaklukkan laki-laki.

Eri adalah seorang playgirl.Ia sudah berpacaran dengan orang yang lebih tua sejak SMP. Seringkali sambil pacaran, ia juga menjalin hubungan dengan laki-laki lain. "Biar ada stok klo putus." Jawabnya kalau ditanya kenapa berbuat begitu. Intinya, Eri tidak pernah kehabisan cowo untuk dipacari. Saat ini saja, ia sedang menjalin hubungan dengan mahasiswa Universitas X, yang terletak di kota sebelah. Dan seorang guru SD di kota lain lagi.

"Ngomong-ngomong soal egg baru.." Eri menoleh ke sebelah kirinya. Si gadis keturunan Inggris berparas cantik itu akhirnya bicara juga. Selama setengah jam mereka menunggu Andrea, ia sama sekali tidak berkomentar. Ah, tapi itu juga ada alasannya. Princess, begitu panggilan gadis cantik itu. Adalah teman Andrea sejak kecil. Dia dan Andrea selalu masuk sekolah yang sama sejak SD. Meskipun begitu, mereka baru berteman dekat saat SMP kelas 1. Saat itu, orang tua Princess dalam proses perceraian dan itu membuatnya tertekan. Sekalipun demikian, Princess berusaha terlihat ceria di depan teman-temannya yang mengaguminya. Hal ini membuatnya semakin depresi. Andrea dengan setia dan sabar mendengarkan segala keluh kesahnya. Sejak itu, Princess dan Andrea berteman dekat.

"Aku dengar ada egg baru khusus untuk dua orang." Eri dan Aileen terkejut. "Eh? Masa?", wajah mereka menunjukkan ketidak percayaan. "Bukannya sampai sekarang ga ada yang bisa merancang egg untuk lebih dari 1 orang?", tanya Aileen. "Ga juga. Setahuku dulu uda pernah ada yg merancang egg khusus untuk 2 orang juga, tapi gagal. Katanya sih, mereka akhirnya malah bertengkar dan merusak egg-nya. Makanya ga jadi diproduksi massal. Padahal, katanya cuma 1 pasangan itu aja yang bertengkar. Yang lainnya adem-adem aja pas uji coba." Eri kembali menatap layar handphone-nya dengan tenang. Kali ini dia tidak chatting lagi. Ia menelusuri halaman web mencari info tentang egg baru. Sementara itu, Aileen menunggu kelanjutan cerita Princess.

"Terus?", Aileen bertanya penasaran. " Princess melanjutkan ceritanya, "Katanya yang baru ini terbuat dari karet yang bisa melar sampe 3 meter." Aileen mendengarkan dengan seksama. "Ketemu!", tiba-tiba Eri berseru. Aileen menengok ke arah handphone Eri, "Mana? Mana?" Eri segera memperlihatkan handphonenya pada Aileen. Terlihat pada layar handphone, sebuah benda besar berbentuk seperti telur berwarna pink. "Eeeeh.. Kok warna pink?", tukas Aileen bingung. "Iya, katanya itu khusus dibikin buat orang yg ingin melakukan hubungan seks." Eri dan Aileen terperanjat, begitu juga Nadya. Mereka tidak menyangka kata-kata itu akan keluar dari mulut Princess. "Ng? Kenapa?", tanya Princess melihat reaksi teman-temannya. "Ngga... Ngga nyangka aja kamu bisa ngomong kayak begitu.", Eri bingung harus bicara apa. Sementara itu, Nadya merasa lega dalam hatinya karena Princess berhasil mengalihkan pembicaraan tentang Andrea.

"Umm.. tapi kenapa mesti pink, ya? Trus, kenapa juga harus dari karet? Kenapa ga dari besi X205 aja? Seperti biasa..", Aileen bertanya-tanya. "Kalo yang kubaca di sini, katanya supaya orang yang ada di dalamnya bisa berbuat macam-macam tanpa takut ketahuan oleh kamera pengawas.", jawab Eri. "Hah?!", Aileen semakin bingung. "Sudah. Jangan dibaca lagi.", sela Nadya. "Dari kegunaannya saja sudah ketahuan kalau itu untuk orang dewasa. Sudah. Jangan dibahas lagi." Eri menuruti keinginan Nadya dan segera menutup jendela browser handphonenya. "Akh!", Aileen terkejut. "Sori.", tukas Eri. Sekalipun agak dongkol, tetapi dalam hati Aileen lega. Bagaimanapun, bagian situ (a.k.a seks) belum waktunya untuk diketahui oleh anak-anak seusia mereka.